Kampung Semanggi Suroboyo
Jalan-jalan

Asa Kampung Semanggi Lestarikan Kuliner Khas Surabaya di Tengah Himpitan Lahan Budidaya

“Mungkin sekarang masih ada tanaman semanggi, nggak tau bagaimana nasib pecel semanggi kedepannya kalau sawah sudah jadi perumahan. Harapannya, lahan yang sekarang difungsikan sebagai sawah semanggi tetap dipertahankan agar kuliner khas kota ini tidak punah”

Athanasius Suparma, Ketua KBA Semanggi Surabaya yang akrab dipanggil Pak Sius pesimis, namun dalam resahnya mengandung keoptimisan yang tinggi agar kuliner khas Surabaya bisa bertahan layaknya kuliner nusantara lainnya.

Pecel Semanggi Suroboyo
Sepincuk pecel semanggi. Image: Rahmah

Seperti rendang, rawon, sate, dan gado-gado, kuliner pecel semanggi telah memiliki posisi di hati masyarakat khususnya warga Surabaya. Kuliner yang telah mendapat penghargaan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia pada tahun 2022 ini memiliki keunikan yang tak ditemukan pada makanan tradisional lainnya baik dari segi bahan baku, cara penyajian, ciri khas rasa, hingga cara menikmatinya.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa kontribusi kuliner nasional bagi Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2020 tercatat paling besar diantara sektor ekonomi kreatif lainnya, yakni mencapai 41,47 persen atau sekitar Rp. 455,44 Triliun dari seluruh penerimaan sektor ekonomi kreatif senilai Rp. 1.134,9 Triliun.

Wajar jika sampai hari ini permintaan bahan baku sayur semanggi masih tinggi. Namun, tingginya peminat makanan tradisional tak diimbangi dengan lahan pertanian semanggi yang menyempit. Dulu kawasan Benowo memiliki lahan kosong yang luas. Berupa rawa yang banyak tumbuh tanaman liar, salah satunya semanggi. Tumbuhan paku air yang memiliki nama latin Marsilea Crenata. Seiring perjalanan waktu, areal persawahan berubah menjadi pemukiman dan perumahan sehingga mengancam kehidupan tanaman semanggi.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), luas lahan baku sawah nasional mengalami penurunan. Pada tahun 2009, luas bahan baku sawah nasional adalah 8,07 juta Ha. Sedangkan pada tahun 2019 menyusut menjadi 7,46 juta Ha. Penyusutan disebabkan karena dampak urbanisasi, pembangunan infrastruktur, pabrik dan gudang. Butuh perhatian banyak pihak agar angka ini tidak semakin menurun, biar bagaimana sawah merupakan jantung kehidupan yang harus dipertahankan.

Bagi petani semanggi areal persawahan di Surabaya Barat memiliki kualitas yang baik. Kondisi tanah yang lembab menentukan hasil panen sayuran semanggi. Alasan ini yang membuat Kampung Semanggi di Jalan Kendung IX, kelurahan Sememi, kecamatan Benowo menjadi eksis. Dikenal sebagai sentra semanggi, warga kampung ini rata-rata berpencaharian sebagai petani dan penjual semanggi.

Asa Kampung Semanggi Lestarikan Kuliner Khas Surabaya

Kampung Semanggi Suroboyo

Kampoeng Semanggi Suroboyo berada di RW 03, Kendung, kelurahan Sememi, kecamatan Benowo. Di kampung ini terdapat 120 penjual semanggi dan 38 petani semanggi. Brand Kampung Semanggi sendiri diresmikan oleh Camat Benowo pada tahun 2021.

Kiprah kampung ini sebagai sentra pecel semanggi telah dikenal sejak dulu. Diceritakan oleh Pak Sius, pada tahun 1960-an, beberapa warga Kendung, kelurahan Sememi, kecamatan Benowo berjualan pecel semanggi dengan menjajakan dagangannya berjalan kaki. Menggendong bakul menggunakan selendang, mereka masuk kampung keluar kampung dengan suara teriakan panjang, “semaaaaaangggggiiiiiiii….”

Kala itu infrastruktur belum seperti sekarang. Kondisi jalan Benowo masih berupa makadam sehingga butuh waktu panjang menuju tengah kota Surabaya. Demi efektivitas, para penjual semanggi yang berangkat secara berkelompok ini memilih merantau di daerah Petemon, kecamatan Sawahan. Mereka pulang seminggu sekali, sementara stok bahan baku dikirim oleh para suami. Trik pemasaran mereka juga terbilang unik. Para Ibu ini saling berbagi wilayah kerja sehingga tak saling rebutan pelanggan, dan wilayah kerja ini dapat diturunkan ke generasi masing-masing.

Cosplay Penjual Semanggi di Parade Budaya Kampung Kendung

Dalam perkembangannya, penjual semanggi keliling telah berkurang. Mereka memilih mangkal di titik lokasi tertentu di Surabaya.

“Penjual semanggi generasi sekarang hanya 10% saja yang keliling jalan kaki. Sisanya lebih banyak berangkat dari rumah naik sepeda lalu mangkal di Masjid Agung, Taman Bungkul, Alun-alun Surabaya, dan MERR.”

Berdagang di jaman modern bukan perkara yang mudah juga. Penjual pecel semanggi yang identik dengan kuliner pinggir jalan harus berhadapan dengan birokrasi. Ada spot lokasi yang dilarang sebagai tempat jualan, sehingga pedagang kerap kucing-kucingan dengan petugas keamanan.

Kisah Bu Kamsiah 15 Tahun Menjadi Penjual Pecel Semanggi

Bersama Warga Kampung Semanggi Suroboyo
Saya bersama warga Kampung Semanggi Suroboyo di Kendun

Namanya Kamsiah. Wanita 50 tahun-an berprofesi sebagai penjual pecel semanggi yang setiap hari mangkal di Masjid Agung Surabaya.

Saat menonton parade budaya yang diselenggarakan oleh RW 03 kelurahan Sememi, saya bertemu Bu Kamsiah. Ternyata menemukan penjual semanggi di sentranya tidak sulit. Tapi jangan harap menemukan kulinernya karena hampir dipastikan tidak ada yang jualan semanggi di kampung ini. Penjualnya ada, kuliner semangginya tidak ada.

“Hari ini dapat (jualan) 50 porsi, mbak. Jualan nggak kayak dulu, sekarang sepi.”

Sepinya jualan bukan karena menurunnya peminat, tetapi lokasi yang menurut penjual semanggi dianggap kurang strategis.

Sebagai informasi, kawasan Masjid Agung Surabaya dikelilingi trotoar yang rapi. Di sinilah biasanya para penjual semanggi menggelar dagangannya sambil duduk lesehan di bawah pohon. Sementara itu, pihak MAS (Masjid Agung Surabaya) sendiri telah menyediakan area khusus UMKM. Dengan alasan penertiban, seluruh pedagang diharapkan memanfaatkan lahan yang ada. Nyatanya banyak pedagang yang tetap berjualan di trotoar, salah satunya pedagang pecel semanggi

“Gini lho mbak, rata-rata pembeli semanggi tidak mau turun dari kendaraannya. Biasanya (kendaraan) keluar dari tol berhenti mampir di trotoar. Langganan saya kebanyakan naik mobil. Beli pecel semanggi terus dimakan di dalam mobil. Kalau masuk lapangan, tidak ada pembeli yang mau masuk lapangan..

“… Lagian sejak dulu pecel semanggi identik dengan makanan pinggir jalan.”

Demi jualan laku, para pedagang pecel semanggi tetap nekat jualan di trotoar meski harus kucing-kucingan dengan petugas.

Bu Kamsiah sendiri berangkat jualan selepas Sholat Shubuh. Waktu pulang tidak tentu. Kadang jam 12 siang, terkadang sampai sore. Untuk pengolahan semanggi sendiri, menurut Bu Kamsiah tidak terlalu sulit. Seplastik daun semanggi mentah oleh Bu Kamsiah dimasak semua setelah itu disimpan di dalam mesin pendingn (freezer). Keesokan hari sebelum berangkat jualan, semanggi yang telah beku disiram dengan air panas.

Sepincuk Pecel Semanggi Dua Krupuk Puli

Berbeda dengan sayur lainnya, sayuran semanggi lebih nikmat disajikan dalam kondisi dingin. Dahulu sebelum ada kulkas, proses memasak semanggi dilakukan dini hari antara jam 1-2 untuk dipasarkan pagi harinya. Berbeda dengan sekarang, teknologi mesin pendingan telah memudahkan sehingga berapapun banyaknya memasak daun semanggi, selama bisa dimasukkan dalam freezer, sayuran itu dapat dikonsumsi.

“Sayur semanggi yang sudah dimasak bisa tahan sampai 4 hari di dalam freezer” kata Bu Kamsiah

“.. Selasa atau Rabu diolah. Sabtu sore dikeluarkan dari freezer. Paginya disiram air panas. Tidak masalah, daunnya tetap bagus”

Setelah mempersilakan saya masuk, Bu Kamsiah tampak sibuk mengeluarkan sayuran semanggi dari freeser sekaligus menyiapkan bumbu yang masih padat. Bumbu padat itu ditaruh dalam sebuah wadah kemudian disiram dengan air.

Bumbu Pecel Semanggi

Layaknya pembeli, sore itu saya menikmati pecel semanggi di rumah Bu Kamsiah menggunakan wadah pincuk. Menurut Bu Kamsiah, model pincuknya semanggi beda dengan pincuk pada umumnya. Pincuk semanggi lebih datar dan lebar.

Sepincuk semanggi terdiri dari sayuran daun semanggi dan kecambah yang disiram dengan bumbu terbuat dari ubi jalar, kacang, dan sedikit petis. Bumbunya sendiri sangat lembut khas ubi dengan citarasa cenderung manis berpadu gurihnya petis. Disajikan dengan 2 krupuk puli berukuran lebar.

Tidak ada filosofi khusus mengapa jumlah krupuknya harus 2, yang jelas fungsi krupuk lebar dalam semanggi selain sebagai pelengkap hidangan juga digunakan sebagai sendok.

Praktis, saya pun makan pecel semanggi dengan cara menyendok sayurnya menggunakan krupuk. Tidak perlu menggunakan teknik makan khusus, sayur semanggi sangat mudah disendok karena memiliki tekstur kesat. Sensasi makan sayur semanggi dingin menciptakan rasa nikmat yang tiada tara.

Setiap penjual pecel semanggi memiliki cara penyajian berbeda-beda. Ada penjual yang menyediakan beberapa varian sayuran selain daun semanggi seperti kembang turi, kangkung, dan daun ketela. Ada juga penjual yang menambahkan lontong dalam porsinya. Seporsi pecel semanggi rata-rata dipatok dengan harga Rp. 10 ribu.

Petani dan Se-kresek Daun Semanggi

Sawah semanggi di RW 03 Kendung, Sememi, Benowo

Betah rasanya masuk dalam Kampung Semanggi. Melewati gapura Kendung IX, masih ada lahan-lahan kosong yang beberapa lokasi ditumbuhi tanaman semanggi. Sawah-sawah semanggi itu dikelola oleh warga Kampung Semanggi juga, salah satunya Bu Paining yang sejak 2008 berprofesi menjadi petani semanggi.

Sebelum mengelola lahan semanggi, Bu Paining berjualan keliling di kampung sekitar Wonokitri, Gajah Mada, dan Kodam selama 6 tahun. Diakui oleh Ibu berusia 56 tahun ini bahwa dirinya sebenarnya masih senang berjualan semanggi, namun kondisi tubuhnya tak kuat berjalan jauh sehingga memilih menjadi petani semanggi.

Bu Paining merupakan salah satu warga Kampung Semanggi yang mengelola lahan milik Pemerintah Kota Surabaya. Sepetak lahan seluas 1 Ha itu dikerjakan oleh 2 orang dengan biaya sewa Rp. 2 juta per tahun.

Setiap harinya, Bu Paining bisa menghasilkan 7-8 kresek daun semanggi dengan harga 1 kreseknya berkisar Rp. 50 ribu – 75 ribu. Tidak ada rumus tertentu yang dijadikan sebagai patokan harga jaul daun semanggi mentah.

“Pokoknya 1 kresek harganya segitu. Ada yang 50 ribu, ada yang 75 ribu”

Bu Paining menunjukkan hasil panen

Menurut Pak Sius hitungan harga jual daun semanggi ditentukan dari luasnya lahan yang dipanen. Jika ditimbang beratnya kira-kira 2,5 kilogram.

Konon hasil panen sawah semanggi milik Bu Paining tergolong memiliki kualitas bagus. Lahannya Bu Paining dalamnya mencapai selutut orang dewasa. Diakui menanam semanggi gampang-gampang susah. Gampang karena tidak ada perawatan khusus, susahnya kalau diserang hama ulat dan wereng.

Tanaman semanggi mulai bibit sampai bisa dipanen memerlukan waktu 1 bulan. Setelah panen, tunggu 1 minggu baru bisa dipanen lagi.

“Paling pusing kalau sudah kena wereng, mbak. Habis-habisan saya!” curhat Bu Paining

Hama semanggi kalau tidak ulat ya, wereng. Kalau kena ulat bisa disemprot dengan insektisida. Sedangkan hama wereng harus dibasmi dulu. Tanaman yang kena wereng tidak bisa tumbuh lagi, harus menunggu bersih selama 1 bulan. Setelah itu baru bisa ditanami lagi dan bisa dipanen 1 bulan kemudian.

Bapak-bapak mengenakan drescode Petani Semanggi

Inovasi Pecel Semanggi Surabaya Menerobos Pasar Dunia

Dijelaskan oleh Pak Sius bahwa daun semanggi bisa diolah menggunakan 2 cara, yaitu basah dan kering. Semanggi basah biasa dilakukan oleh para penjual semanggi yang mengolah bahan baku mentah menjadi siap saji. Jika ada sisa, semanggi masak disimpan dalam lemari pendingin.

Semanggi kering dengan cara dijemur di bawah terik matahari untuk menghasilkan daun yang kering agar awet disimpan. Lama penjemuran tergantung cuaca, kalau panas menyengat sekitar 2,5 jam. Setelah dijemur, semanggi disimpan dalam plastik kedap udara agar bisa bertahan 3 sampai 6 bulan. Teknik pengeringan semanggi selain untuk menyiasati persediaan, juga sebagai bentuk inovasi semanggi menjadi olahan kreatif.

Produk Semanggi Instan. Image: Marketplace

Inovasi semanggi kering telah dilakukan oleh warga desa Sawo, kelurahan Bringin, kecamatan Sambikerep, Surabaya. Salah satunya Ibu Aminah pemilik merk Selendang Semanggi yang menjual pecel semanggi instan yang tembus hingga pasar luar negeri, antara lain Swiss, Belanda, dan Amerika

Ibu Aminah merupakan generasi ketiga. Dulu nenek dan ibunya adalah penjual semanggi keliling. Di tangannya, daun semanggi diolah sedemikian rupa hingga tampil menjadi produk kemasan bernilai tinggi. Tujuannya sederhana, Ia ingin agar kuliner pecel semanggi tidak hanya dinikmati oleh orang Surabaya saja, tetapi bisa dinikmati siapa saja, dari mana saja, dan kapan saja, termasuk orang Surabaya yang merantau dan kangen makan pecel semanggi.

Bentuk Daun Semanggi

Produk Semanggi Instan bermerk Selendang Semanggi dikemas modern menggunakan kotak yang didalamya terbagi 3 kemasan yakni Sayur Semanggi kering, bumbu semanggi, dan krupuk yang tinggal goreng lengkap dengan petis dan sambalnya. Cara penyajiannya pun mudah. Sayur semanggi yang kering direbus dulu sampai matang, kemudian bumbunya dilarutkan dengan air hangat. Terakhir disajikan dengan krupuk puli. Dengan cara ini pecel semanggi bisa tahan hingga 2 bulan dan dijamin aman tanpa bahan pengawet.

Di desa Sawo juga terdapat olahan semanggi kering yang diolah menjadi rempeyek semanggi, lapis kukus semanggi, ekstrak semanggi, stik semanggi, dengan merk Kampung Semanggi.

Apapun itu kita patut memberikan apresiasi terhadap warga Kampung Semanggi yang telah melestarikan kuliner lokal hingga tembus ke manca negara.

Kontribusi Kuliner Lokal Meningkatkan Citra Indonesia, Dari Kampung Untuk Dunia

Cara berjualan yang masih tradisional sekaligus menjaga keotentikan rasa secara turun temurun merupakan potensi emas yang dimiliki oleh Kampung Sememi sebagai sentra semanggi di Surabaya. Hal ini membuat Astra memberi dukungan agar kuliner lokal ini mampu bertahan ditengah gempuran kuliner modern melalui peresmian KBA Semanggi Surabaya pada tahun 2021.

Saya menikmati sepincuk semanggi

Siapa sangka dari kampung kecil inilah Indonesia memiliki kuliner lokal yang bisa diterima pasar internasional. Bahkan sampai ada lagu keroncong berjudul Semanggi Suroboyo yang berirama khas ciptaan S. Padimin pada tahun 1950-an dan masih populer sampai sekarang.

Semanggi yang merupakan tumbuhan gulma dan mudah tumbuh diharapkan terus berkembang agar suplai bahan baku tidak kekurangan. Astra bersama Pemerintah Kota Surabaya dan berbagai pihak berupaya mengajak masyarakat sekitar untuk terus berinovasi salah satunya melakukan budidaya semanggi di rumah masing-masing menggunakan teknik hidroponik.

Sebagai masyarakat penikmat kuliner, kita juga bisa turut memberi kontribusi agar pecel semanggi sebagai makanan tradisional tidak punah dengan cara menghargai, membeli, dan mengenalkan kepada generasi muda. Syukur-syukur dapat melestarikannya dengan menjadi pengusaha semanggi.

#SemangatUntukHariIniDanMasaDepanIndonesia #KitaSATUIndonesia

One Comment

  • fanny_dcatqueen

    Ya ampuuuun si ibu yg jual instan, jual lewat market place juga ga ya Mbaaa. Aku pengen beliiii. Penasaran rasanya. Belum ada planning ke Surabaya. Tapi pas liat penampakan pecel semanggi, apalagi bumbunya beda Ama pecel biasa, langsung tergoda aku ????????????.

    Ternyata daun itu namanya semanggi yaa. Aku sering liat, kalo bersihin rumput, tapi ga tau kalo itu namanya semanggi ????.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *