Cerita Piknik

Pengalaman Naik Kereta Api Gaya Baru Malam Selatan

Setelah sekian lama hiatus naik kereta ekonomi jalur selatan, 1 Juli 2019, kembali saya merasakan pengalaman naik kereta api Gaya Baru Malam Selatan.

Duh, setelah beberapa waktu yang lama, kekangenan saya terhadap gerbong kereta yang menurut saya begitu fenomenal ini terobati.

Nggak tau kenapa sensasi naik kereta GBM berbeda dengan kereta ekonomi lainnya. Mungkin saya belum bisa move on dari suasana gerbong sepuluh tahun lalu yang sarat dengan ‘kekacauan’.

Jujur aja, ya. Saya senang dengan perubahan yang dilakukan oleh PT KAI. Tapi diam-diam, saya juga rindu dengan kehebohan kereta api Gaya Baru Malam Selatan jaman dulu. Pedagang asongan yang riwa-riwi melompati kepala penumpang, tanpa merasa gimana-gimana.

Rupanya aura kereta GBM masih seperti dulu. Saya naik dari Stasiun Purwokerto menuju Surabaya masih sering berhenti di stasiun tanpa tujuan menurunkan penumpang. Lalu apa? Ya jelas menunggu kereta ‘bagusan’ lewat dulu.

Saya maklum, jalur kereta kita masih dua lajur, otomatis harus sabar gantian.

Walaupun sebagian orang menyesalkan kondisi seperti ini, namun ada sebagian penumpang yang merasa diuntungkan. Adalah para jamaah asbakul karimah yang sulit menahan diri dari dunia pengasapan. Alias perokok berat.

Ternyata tak hanya perokok saja yang rajin keluar, banyak juga lelaki dan anak-anak yang sekedar berdiri di luar kereta. Mungkin mencari angin segar. Tapi menurut saya yang mereka lakukan tidak perlu karena udara di dalam kereta tidak terlalu sumuk. Dingin tidak, panas tidak. Maklum lah ya, yang pakai AC rame-rame.

Salah satu penumpang yang rajin keluar gerbong adalah penumpang lelaki di depan saya. Bapak berusia 40an itu naiknya bareng saya dari Stasiun Purwokerto. Meskipun barengan, saya belum jenak melihatnya duduk di bangku. Ngilaang terus.
Awalnya saya cuek. Toh, bukan siapa-siapa saya.

Suatu saat operator kereta mengumumkan kalau kereta akan berhenti di Stasiun Ijo selama 7 menit. Suara operator laki yang tiba-tiba itu terdengar medhok, kencang, mengagetkan hingga membuat saya dan penumpang sebelah yang ibu-ibu saling menatap kemudian tertawa gak habis-habis.

“Sselaamat! Sore!!” nadanya suaranya nyentak begitu.

“… di! sampaikann! Kepada.. penumpang! Kereta! Gaya! Baru! Malam! Selatan!.. saat ini! Kereta! Berhenti! Di! Setasiun! Ijo! Setasiun! Ijo! Selama 7 menit! 7! menit!…. karena bersilangan dengan kereta api Proggo!”

Tak hanya berdua, penumpang sebrang, seorang perempuan muda juga turut tertawa bareng kami. Kecuali si bapak yang sudah hilang dari bangkunya.

Karena kelucuan itu, selama 7 menit kami saling membahas aneka logat bahasa Jawa. Saking serunya, kami tak sadar kalau kereta sudah berjalan kembali. Sementara si bapak belum balik dari bangkunya.

Bertiga kami saling bertanya, dong. Kan, kasihan kalau tertinggal kereta. Apalagi saat kami lihat tas kecilnya berada di bagasi atas yang kami yakini isinya dompet dan segala macemnya. Gimana nasib bapak itu selanjutnya kalau beneran ketinggalan?

Dalam suasana kelam itu, saya hanya bisa menatap sekresek putih kacang kulit punya si bapak teronggok di bangkunya.

Selama beberapa saat saya, ibu sebelah, mbak muda mengkhawatirkan keberadaan si bapak.

Satu jam kemudian..

Karena hampir sejam gak balik, kami sepakat memanfaatkan jatah kursi si bapak untuk tempat selonjoran kaki kami. Daripada kosong, kan?

Saya pengaruhi ibu sebelah dan mbak-mbak agar melakukan posisi terwenaknya. Pesta selonjoroan kaki, kitaaa….

Ternyata kekhawatiran kami tak terbukti. Ketika nyaman leyeh-leyeh, tiba-tiba si bapak datang dengam ekspresi polos.

“Woalaah, saya kira bapak ketinggalan kereta, lho. kami sampai gelisah menunggu bapak!” Sambil saya menurunkan kaki dari bangkunya. Padahal dalam hati mau bilang gini, “Ya, Paaak, kenapa balik sih. Ganggu kenikmatan kami aja” huehue..

“Hehe, saya di kereta makan, mbak” katanya.

Dibalik niat jahat merampas kursi punya bapak, sejatinya saya beneran punya rasa khawatir.

Bukan apa-apa, ya. Karena saya pernah juga mengalami suami saya ketinggalan kereta waktu naik Kereta Api Gaya Baru Malam Selatan. Kapan-kapan saya ceritakan di blog deh ya. Itu pengalaman yang sungguh dramatis dalam perjalanan perkeretaapian saya, haha..

Pesan aja buat bapak-bapak yang naik kereta api, kalau mau ditinggal kereta bilang dong pada tetangga sebelah biar gak jadi galau menunggu. Oke?

4 Comments

  • Dyah

    Saya ngajak-ngakak baca bagian selonjoran kaki itu. Makanya dulu kalau naik kereta ekonomi, gak akan berani keluar kereta meskipun nunggu lama. Takut ketinggalan.

  • bravotube

    Kami ingin berbagi Pengalaman Naik KA Gaya Baru Malam Selatan yang full rutenya Surabaya Gubeng Jakarta Pasar Senen. Kami hanya menggunakan rute Surabaya Yogyakarta karena kami ingin bepergian ke Yogayakarta. Stasiun tujuan KA Gaya Baru Malam di Yogyakarta adalah Stasiun Lempuyangan. Stasiun Lempuyangan ini juga terletak di pusat kota lho. Kalau ingin ke Malioboro cukup naik ojek dan taksi online yang bisa anda pesan dibawh jembatan layang. Jalan dikit bila anda keluar stasiun ke arah kiri, nah dibawah jembatan layang inilah transaksi ojek dan taksi begitu meriahnya.

  • gazzgazz

    kereta api memang sekarang menjadi salah satu transportasi favorit masyarakat, aku juga paling suka kalau naik kereta jarak jauh pakai kereta ekonomi. Kalau pas berhenti…jd bisa ngerokok diluar meski harus buru2. ya sip lah buat para perokok.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *